Ahad, 6 Januari 2008

liem Swie King



Piala Thomas direbut dari tangan RR Cina, Mei 1984, lewat pertarungan seru di Kuala Lumpur, Malaysia. Tetapi, Liem Swie King, yang bermain di tunggal pertama, dan diharapkan membawa kemenangan, ternyata gagal. Ia kalah rubber set 15-7, 11-15, 10-15 dari pemain Cina yang jadi musuh bebuyutannya, Luan Jin. Beberapa bulan sebelumnya, di arena All England, King juga gagal meraih kedudukan terhormat. Juara All England tiga kali ini kandas di tangan pemain tangguh Denmark, Morten Frost Hansen.


Dari serentetan kegagalan ini, King akhirnya memutuskan mundur dari percaturan bulu tangkis tunggal perseorangan. ''Orang boleh mengatakan saya masih mampu. Tapi penonton bosan melihat saya kalah terus, apalagi saya,'' katanya. Untuk ganda, ia memilih Kartono.


Pasangan KingwKartono ternyata cukup tangguh. Di perebutan Piala Thomas itu, pasangan inilah penentu kemenangan regu Indonesia. Adalah pasangan KingwKartono pula juara Piala Dunia Alba 1984 di Jakarta.


Di kota kelahirannya, King langsung mendapat asuhan dari ayahnya, Witopo, dan kakak iparnya yang juga pelatih klub Djarum, Agus Susanto. Nama King segera meledak di tingkat nasional sejalan dengan menurunnya prestasi maestro bulu tangkis Indonesia, Rudy Hartono. King menjadi juara nasional, 1974, dalam usaia 18 tahun. Dua tahun kemudian, ia sudah menjadi penghuni Pelatnas Bulu Tangkis.


Tahun itu pula ia diterjunkan ke Kejuaraan Asia. Menyusul kejuaraan lebih tinggi, All England, Piala Thomas, Kejuaraan Terbuka Swedia, dan SEA Games. Ia menundukkan Rudy Hartono di final All England 1978, dan itulah pertama kalinya King menjadi juara All England.Para pengamat menilai King sebagai pemain serba lengkap. Stroke-nya lengkap, smash-nya keras, disertai loncatan. Permainan netnya juga tajam dan halus. Adapun yang kurang -- ini pendapat beberapa pengamat yang tidak dikomentari King -- adalah soal mental. ''King mudah frustrasi,'' ujar seorang pengamat. Sebagai bukti, ditunjukkannya kekalahan King dalam final All England 1980. Malam sebelum bertanding, King tidak bisa tidur, karena ''takut'' menghadapi Prakash Padukone dari India.


Yang jelas, King pernah bersikap tidak disiplin. Ia diterjunkan dalam nomor perseorangan tunggal bulu tangkis SEA Games 1979, di Jakarta. Seharusnya ia sudah hadir di Gelanggang Olah Raga Kuningan pukul 09.00. Tetapi King terlambat. Lawannya, Lee Hai Thong dari Singapura, kemudian dimenangkan dengan WO (walk over). Akibatnya, King diskors tiga bulan oleh PBSI.


Dalam masa skorsing itulah, pemuda pemalu itu tiba-tiba terjun di dunia lain, film. Ia bermain dalam film Sakura dalam Pelukan, mendampingi bintang sexy Eva Arnaz. ''Hanya coba-coba, agar tahu caranya main film,'' alasan King. Seperti halnya ketika Rudy Hartono bermain dalam film Matinya Seorang Bidadari, King pun kali ini dicaci sejumlah orang. Cacian itu diterimanya, ia tidak lagi main film walau mengaku masih ada tawaran. Ia memantapkan diri lagi di bulu tangkis. Terbukti prestasinya naik, ia menjuarai All England untuk ketiga kalinya, 1981.


King menikah dengan Lucia Sumiati Alamsah, 1982, setelah berpacaran enam tahun. Pasangan ini dikaruniai seorang putra, Alexander.


Apa rencana King setelah tak lagi menjadi pemain? ''Target saya memang jadi pemain setidak-tidaknya sampai 1988. Setelah itu, mungkin menjadi pelatih, walaupun tidak pelatih penuh. Pokoknya, ingin menyumbangkan sesuatu untuk bulu tangkis,'' kata olah ragawan yang pernah dinobatkan sebagai sepuluh atlet terbaik Asia tahun 1984, oleh Asosiasi Penulis Olah Raga Cina, yang diumumkan di Beijing, Desember 1984.

Tiada ulasan: