Ahad, 6 Januari 2008

Candra Wijaya



Atlet bulutangkis peraih emas Olimpiade Sydney 2000 ini memang tumbuh dalam keluarga penggemar bulutangkis. Ayahnya, Indra Wijaya, mantan atlet olahraga yang sama, pemilik klub Rajawali, tempat Candra pertama kali bermain bulutangkis. Pada usia 12 tahun, ia meninggalkan kota kelahirannya, Cirebon, dan menyusul kakaknya di Jakarta.


Di Jakarta, dari semula coba-coba, ia lama-lama makin jatuh cinta pada bulutangkis dan terus berlatih. “Saya kemudian menikmatinya,” ujarnya, “Akhirnya, saya mematok diri saya bahwa saya harus juara.” Di Jakarta, pertama main di klub Pelita Bakrie, sebelum pindah ke klub Jaya Raya. Berbagai pertandingan ia ikuti dan sederet prestasi ia raih. Prestasi internasional pertama yang ia raih adalah ketika memenangi Kejuaraan Dunia 1997 di Skotlandia, berpasangan dengan Sigit Budiarto. Dari keberhasilan itu, Candra memperoleh beasiswa dari IOC Solidarity (Solidaritas Komite Olimpiade Internasional) berupa bantuan dana latihan selama mempersiapkan diri ke Olimpiade Sydney 2000.


Beasiswa itu pun tak sia-sia. Di Olimpiade 2000 di Sydney, berpasangan dengan Tony Gunawan, ia menyumbangkan medali emas untuk Indonesia. Tak heran, dari Federasi Bulutangkis Dunia (IBF) ia memperoleh penghargaan Eddy Choong Player of The Year 2000. Baginya, menjadi juara bukan untuk mencari popularitas tapi prestasi. “Popularitas kita dapat sejalan dengan apa yang kita kerjakan,” katanya.


Semua prestasi itu tidak lepas dari kerja keras, kemauan dan semangat yang besar, serta dukungan keluarga termasuk motivasi dari istri. “Saya kalau belum memenuhi target akan terus berlatih lebih luar biasa,” kata Candra. Karena totalitasnya di bulutangkis, ia berhenti sekolah setamat SMA, dan berkonsentrasi penuh di bulutangkis.


Sebelum berkeluarga, waktu Candra dihabiskan di Pelatnas. Tetapi setelah menikah pada 2000 dengan Caroline Indriani, yang juga atlet, ayah seorang anak bernama G. Christopher Wintan Wijaya itu lebih banyak datang ke Pelatnas saat latihan. Selama masih kuat, ia bertekad akan terus bermain bulutangkis. Ia ingin mempertahankan medali emas di Olimpiade 2004.


Sebagai atlet dengan banyak prestasi, Candra berpendapat bahwa penghargaan dari pemerintah masih kurang. “Seharusnya prestasi dan penghargaan itu harus diperhatikan betul; saya merasakannya belum maksimal,” cetus juara All England 1999 ini. Selain itu, ia berharap agar atlet tidak dijadikan obyek dan proyek kepentingan pribadi dan segelintir orang.


Waktu luangnya, misalnya libur tiga hari seusai mengikuti kejuaraan, ia habiskan bersama keluarga. Candra suka lukisan, keindahan alam, ikan, dan burung. “Saya suka ketenangan dan menyendiri untuk merefleksikan diri ke depan dan ini dapat membuat saya mantap,” tuturnya. Dalam penampilan, ia mencintai kesederhanaan.

Tiada ulasan: